Oleh: Alja Yusnadi
Isu kesejahteraan masih menjadi topik menarik pada sektor pertanian. Hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa sektor ini merupakan penyumbang terbesar dalam Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, lapangan usaha dari sektor pertanian telah menyumbang terhadap PDB sebesar 13,28%. Jika menggunakan data Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), sektor pertanian dalam arti luas mampu menyerap tenaga kerja sekitar 29,59%.
Di sisi lain, orang-orang yang terlibat dalam usaha pertanian masih berpendapatan rendah, terutama petani. Salah satu ukurannya, sebanyak 46,30% orang miskin berasal dari sektor pertanian. Situasi ini ibarat dua sisi mata pisau, dimana satu sisi mengarah ke atas sedangkan satu sisi lainnya menghujam ke bawah.
Sebagian besar pekerja di sektor pertanian bukan karena pilihan, melainkan karena keterbatasan. Seseorang “terpaksa” menjadi petani karena tidak bisa mengakses pendidikan dan pekerjaan yang lebih layak. Situasi ini menyebabkan rendahnya sumberdaya manusia di sektor pertanian yang ujung-ujungnya berdampak pada daya saing.
Mayoritas petani sudah berusia tua. Di sisi lain, resiko gagal panen, hama penyakit, harga yang tidak stabil menyebabkan rendahnya minat anak muda untuk menjadi petani. Kita kutip saja data yang disodorkan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian, pada tahun 2020, dimana jumlah petani yang berusia 20-39 tahun berjumlah sekitar 2,7 juta orang dari total 33,4 juta orang petani atau sekitar 8 persennya saja.
Itu adalah sekelumit masalah yang sudah menjadi rahasia umum di sektor pertanian. Secara agregat nyatanya memang seperti itu, terutama pada kondisi pertanian di sektor pangan. Meskipun di lapangan ada kisah sukses anak muda yang memilih jalan sebagai petani, namun jumlahnya belum begitu banyak.
Tema ini sudah banyak dibicarakan, termasuk di dunia akademik maupun forum-forum ilmiah. Entah sudah berapa banyak jurnal nasional maupun internasional yang sudah mengulas tentang situasi pertanian tersebut mulai dari permasalahan sampai kepada solusi yang ditawarkan. Dalam hal ini, Pemerintah yang berperan sebagai regulatorpun sudah banyak mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengantisipasi masalah tersebut. Namun, dalam hal hasil, masih belum sesuai dengan harapan bersama.
Dari berbagai solusi itu, pada tulisan ini saya mengulas tentang dua hal, yaitu entrepreneur dan inovasi. Menurut saya, kedua hal itu sangat penting dimiliki oleh petani dan pelaku usaha di bidang pertanian. Gunter (2012) mendefinisikan entrepreneur atau kewirausahaan sebagai individu yang dalam lingkungan tidak pasti, mengenali peluang, melihat dan menciptakan usaha untuk keuntungan dengan memanfaatkan peluang. Dengan kata lain, entrepreneur mampu melihat peluang sekalipun dalam situasi yang tidak pasti dan menjadikannya sebagai usaha.
Apa yang disampaikan Gunter erat kaitannya dengan situasi yang dihadapi petani dan pelaku usaha pertanian. Seperti ketidakpastian harga yang dihadapi oleh petani di saat musim panen dimana produksi melimpah tapi harga menjadi lebih murah. Sementara di lain waktu, saat produksi berkurang, justru harga menjadi naik. Oleh karena itu, petani dan pelaku usaha pertanian harus mampu melihat peluang dan memaksimalkannya menjadi keuntungan.
Entrepreneur itu bukan profesi, jadi profesi apapun bisa menjadi entrepreneur, termasuk petani. Petani harus menjadi entrepreneur dalam menghadapi tantangan global termasuk untuk keluar dari situasi sulit seperti sekarang ini. Salah satu contohnya, petani padi harus mampu menciptakan model usaha tani yang menghasilkan beras premium sehingga harga jualnya lebih mahal. Namun tentu, hal itu harus tetap sejalan dengan kebijakan pemerintah yang sudah menetapkan harga beli gabah. Begitu juga dengan petani hortikultura, peternak, nelayan, dan seterusnya.
Selanjutnya inovasi. Inovasi adalah bagian yang tak terpisahkan dari entrepreneur, keduanya saling terkait. Seorang entrepreneur harus memiliki daya cipta (creat) yang dalam bahasa lain disebut inovasi.
Perkembangan tekonologi yang sudah memasuki era 5.0 ini akan berdampak terhadap semua sektor, tanpa kecuali pertanian. Inovasi pertama dimulai dari mengubah cara pandang. Pertanian jangan lagi dilihat secara parsial, harus dilihat secara holistik. Kegiatan pertanian bukan hanya bercocok tanam, namun semua proses, mulai dari hulu sampai ke hilir, sebagaimana dirumuskan Davis dan Goldberg (1957) dan diperkuat lagi oleh Saragih (2010).
Inovasi dalam agribisnis dibagi menjadi dua aliran utama: teknologi dan transaksi. Teknologi erat kaitannya dengan pengembangan produk baru, pertanian digital, teknologi baru, serta teknik terapan. Transaksi menjelaskan inovasi di tingkat rantai, termasuk kontrak, jaringan dan logistik.
Di on farm, pelaku agribisnis dapat menerapkan smart farming atau pertanian cerdas. Dengan memanfaatkan teknologi, maka akan mempermudah kegiatan bercocok tanam, baik dari sisi penggunaan input maupun alat dan mesin pertanian.
Pelaku agribisnis juga dapat berinovasi dalam hal marketing, yaitu melalui konsep Platform Based Collaborative Economy (PBCE) atau ekonomi kolaborasi berbasis platform. PBCE merupakan sebuah model bisnis yang didorong oleh permintaan berdasarkan platform teknologi informasi. Nábrádi dan Kovács (2020) menyebutkan bahwa aktivitas ekonomi yang diciptakan oleh pasar digital dan perusahaan teknologi–untuk memenuhi permintaan konsumen– dilakukan melalui platform digital baik barang maupun jasa.
Dengan memanfaatkan PBCE ini, pelaku agribisnis dapat terhubung dengan pembeli melalui platform digital. Hal ini akan memperkuat sisi pengembangan marketing. Karena, menurut Saragih (2010), salah satu strategi pengembangan sektor agribisnis nasional adalah pengembangan strategi pemasaran.
Secara aplikatif kita dapat melihat bagaimana produk kopi arabika yang dihasilkan petani kopi di Gayo akan terhubung dengan penikmat kopi di Kudus tanpa harus bertatap muka. Atau sebaliknya, Jenang Kudus akan berjejer di toko-toko jajanan di Banda Aceh. Semua itu akan terwujud jika entrepreneur dan inovasi ada di dalamnya.
Tulisan ini sudah pernah tayang di: https://news.detik.com/kolom/d-6126535/mendorong-kewirausahaan-dan-inovasi-sektor-pertanian