Oleh: Alja Yusnadi
Saya masih belum menemukan “mood” untuk menulis. Saya, masih terlalu fokus untuk mendalami Makro dan Mikro Ekonomi. Bukan apa-apa, kedua bidang itu menjadi prasyarat untuk menuju pada titik berikutnya dari keseluruhan skema pendidikan yang harus saya lalui.
Sesekali, rindu juga untuk menulis.
***
Akhirnya, Italia kembali memiliki juara dunia Moto GP. Merebutnya dari dominasi riders Spanyol. Setelah Vale–Valentino Rossi–nyaris tidak ada rider Italia yang kompetitif sampai juara. Barulah, pada tahun 2022 ini kedigdayaan itu kembali ditunjukkan oleh Pecco–Fransesco Bagnaia.
Pecco meraih juara dunia dengan tidak mudah. Harus jatuh bangun. Sempat cemerlang di awal musim, lalu terseok di tengah musim. Sampai akhirnya menjadi juara.
Nama aslinya Fransesco Bagnaia. Di masa kecil, kakaknya mengeja Frasesco itu dengan Pecco. Jadilah, salah sebut itu menjadi nama panggilannya. Setau saya, Pecco belum memiliki nama “julukan” seperti “The Doktor” untuk Vale atau “Baby Alien” untuk Mark Marquez.
Tidak ada yang terlalu dominan pada kejuaraan tahun 2022. Hampir setiap race dimenangkan oleh rider yang berbeda. Bahkan, Pecco sang juara itu beberapa kali tidak berhasil mencapai garis finish.
Sepertinya, Moto GP sepeninggalan Vale belum begitu kompetitif. Marquez pun masih belum berada pada kondisi terbaiknya. Belum ada rivalitas. Masih minim drama.
Pada tahun 2020, saya pernah menjagokan Pecco untuk menjadi juara dunia. Saat itu, merupakan tahun kedua bagi Pecco di ajang adu cepat motor besar itu. Saya pun pernah menulisnya di https://aljayusnadi.com/2020/09/21/bagnaia/
Selain Pecco, yang paling bahagia dengan raihan ini adalah Vale. Bukan apa-apa, Pecco merupakan alumni VR46, yang tidak lain dan tidak bukan adalah akademi balap motor milik Vale.
Pecco, sebelum menjajal motor besar itu sudah lebih dulu merasakan atmosfir di Moto3 dan Moto2. Di kedua ajang sebelumnya, Pecco pernah juara dunia. Bahkan, di Moto2, juara dunia itu diraihnya pada musim keduanya. Lalu, pada tahun berikutnya (2019), Pecco “promosi” ke MotoGP.
Dengan modal yang sedemikian itu, saya kira bukan hal yang mencengangkan jika Pecco menjadi juara dunia MotoGP pada tahun keempat dia bertanding. Walaupun, dia menjadi rider tertua yang meraih gelar juara dunia pertama.
Pecco sudah menancapkan namanya sebagai rider “elit” Moto GP. Hal yang lebih penting adalah, bagaimana Pecco harus lebih kompetitif pada ajang-ajang berikutnya. Walau bagaimanapun, bayang-bayang Vale tidak bisa dilepaskan begitu saja, baik dari ajang Moto GP, maupun dari Pecco.
Setidaknya, kehadiran Pecco di sirkuit Moto GP dapat “mengobati” kerinduan ultras Vale yang serba kuning itu.
Apakah Pecco mampu mempertahankan gelar juara dunia Moto GP? Apakah Pecco mampu menyamai perolehan Vale? Diusianya yang masih 25 tahun, saya kira Pecco akan mampu berbuat banyak. Ingat Pecco, fokus, dan kurangi crash, seperti saran saya dua tahun yang lalu. [Alja Yusnadi]