Oleh: Alja Yusnadi
Kemarin siang, Minggu (20/9), saya berbalas komen dengan T. Adelansyah—saya memanggilnya bang Ade– di beranda facebooknya. Dia menulis di kolom komentar, isinya, “walau start dari posisi 5, jika tidak crash, Bagnaia kembali podium, kiban?”
Bagnaia yang dimaksud adalah Francesco Bagnaia, pembalap MotoGP yang membela Ducati pada musim 2020 ini. Beberapa kali, Bang Ade mengomentari tulisan saya soal pertandingan MotoGP. Saya duga, dia merupakan penikmat balapan motor besar tersebut.
Ucapan Bang Ade tidak meleset. Pembalap didikan Valentino Rossi di VR46 akademi ini berhasil mengambil alih pimpinan balapan dari Maverick Vinales pada lap ke 4 dan terus memimpin sampai lap ke 21. Ketika balapan masih di lap 17, saya bergumam, betul juga seperti prediksi Bang Ade, Bagnaia jauh meninggalkan suksesornya.
Motor Ducati yang dia tunggangi mampu unggul meninggalkan motor pabrikan lainnya. Di belakangnya ada Maverick Vinales yang membela Monster Energi Yamaha, Pol Espargaro yang membela Redbull KTM Factory Racing dan Fabio Quartararo dari tim Petronas Yamaha.
Namun, namanya juga balapan. Sebelum finish, peluang podium masih milik bersama. Hal ini juga yang menimpa pembalap muda tersebut. Entah apa yang terjadi, Pecco—panggilan Bagnaia—mengalami crash low side, kehilangan grip roda depan saat memimpin laga. Dia harus mengakhiri MotoGP Emila Romagna tanpa poin.
Ini adalah tahun ke dua Pecco di MotoGP. Dia mengawali karir di kelas utama pada 2019, setelah menjadi juara dunia Moto2 2018.
Kejuaraan MotoGP tahun 2020 sudah berlangsung tujuh seri. Bagnaia masih tercecer di urutan 15 di klasemen sementara.
Sebenarnya, dalam dua laga terakhir, Pecco tampil inpresif. Minggu lalu, di serkuit yang sama dirinya mampu finis di urutan ke dua, di belakang Franco Morbidelli. Pun minggu ini, sebenarnya Pecco juga tampil konsisten, tapi itu tadi, crash tidak bisa dia elakkan.
Ducati penting memastikan penyebab crash tersebut. Karena, menurut catatan, kecepatan, kemiringan Pecco pada lap ke 21 itu sama seperti lap sebelumnya. Jangan sampai, hal ini membuat Bagnaia takut mengeksplorasi motor tunggangannya.
Apalagi, Bagnaia juga sudah mengalami crash pada saat kejar-kejaran dengan Quartararo pada seri Grand Prix Andalusia. Di seri itu, Quartararo menjadi juara. Berikutnya, Pecco juga mengalami crash pada saat F1 seri Ceko yang membuat dirinya harus absen pada 3 seri balapan: Ceko, Austria, Styria.
Nyaris, Pecco hanya balapan sampai usai pada dua seri: MotoGP Spanyol dan MotoGP San marino. Pada seri pertama, Pecco menyelesaikan balapan di posisi 7 dan meraih podium ke dua pada seri San Marino. Dua seri crash dan tiga seri tidak dapat mengikuti balapan karena cedera.
Crash—dalam istilah MotoGP—juga bisa kita temukan dalam dunia yang lain. Baik olahraga, politik, bisnis, atau dalam kehidupan sehari-hari. Tentu dalam istilah dan tempat yang berbeda.
Tugas Bagnaia dan tim mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan upaya untuk juara. Mulai dari motor yang kompetitif, sampai mempelajari teknik bapalan di sirkuit. Dan, semua itu telah disipakan oleh Bagnaia dan Ducati.
Beberapa hal non teknis tidak bisa diprediksi di lapangan. Sama halnya seperti seorang tukang masak, membaca resep masakan, mempersiapkan bahan-bahan, akan tetapi dalam prakteknya, banyak hal non teknis yang tidak ada dalam resep. Sebut saja misalnya cara mengaduk, atau tiba-tiba alat pemanggangnya rusak.
Melihat rentang karir Pecco diajang balap motor, tidak bisa dianggap sepele. Setelah promosi dari Moto3, Pecco masuk ke Moto2 pada tahun 2017. Pada musim pertamanya, Pecco mengakhiri klasemen di posisi 5. Tahun keduanya di Moto2, Pecco langsung menjadi juara dunia.
Pecco mamasuki musim MotoGP 2019 sebagai roki, debutan. Pada tahun pertama, dia menyelesaikan kejuaraan di posisi 15. Bagaimana dengan kejuaraan di tahun 2020? Sebagai rider muda dan baru dua musim di MotoGP, tentu Pecco memiliki masa depan yang cemerlang di pentas adu cepat motor besar tersebut.
Apakah Pecco akan podium pada seri Cataluna Minggu depan? Atau justru rider-rider asal Spanyol akan mengasapi Pecco?
Kalau tidak crash, saya memasukkan Pecco sebagai salah satu kandidat juara dunia 2020, setidaknya, masuk tiga besar, lah… Syaratnya itu tadi, untuk 7 seri berikutnya, Pecco jangan crash.