Oleh: Alja Yusnadi
Jika ada dua orang di lingkaran Presiden Jokowi yang sama-sama berjuang dan sama-sama bertengkar itulah Adian Napitupulu dan Erick Tohir. Kedua politisi ini memiliki peran yang berbeda dalam memenangkan Jokowi-Makruf pada Pilpres 2019 lalu.
Sebagaimana Anda tahu, Adian sering dipasang untuk menghadapi gempuran lawan di acara debat. Dengan kepiawaian debatnya, Adian mampu meredam serangan lawan, dengan sekali-kali membalas over cut yang membuat lawan tidak berkutik. Bisa jadi, tidak semua orang menyukai gaya Adian bedebat, namun saya menikmatinya, apalagi dengan gaya santainya, nyelenehnya, membuat lawan bicara tidak bisa menguasainya.
Adian adalah politisi PDI Perjuangan dan sudah dua periode menjadi anggota DPR dari dapil Bogor. Selain sebagai anggota DPR, Adian masuk ke dalam tim pemenangan Jokowi-Makruf dengan membawa gerbong. Setidaknya, Adian memiliki jaringan aktivis 1998 yang tersebar di seluruh Indonesia.
Hal ini juga yang saya duga membuat Adian mendapat nilai lebih dari Jokowi. Saya tidak mengetahui pasti sejauh mana kedekatan Adian dengan Jokowi. Jelasnya, nama Adian sempat disebut akan menjadi salah satu Mentri di kabinet Jokowi-Makruf, namun Adian lebih memilih menjadi anggota DPR.
Adian, mengelola jaringan perkawanan itu sampai setelah Pilpres, beberapa diantaranya di bawa masuk ke dalam sistem pemerintah, posisinya bisa macam-macam. Seolah, Adian ingin membalas jasa baik teman-temannya itu yang sudah mendobrak kekakuan sistem Ordebaru. Reformasi terjadi salah satunya karena peran mahasiswa Indonesia yang dengan konsisten menggalang aksi unjuk rasa yang Adian salah satu pentolannya.
Aksi heroik mahasiswa itu juga memakan korban yang menjadi pahlawan di mata kawan-kawannya, dan juga di mata saya mungkin juga di mata Anda. Beberapa tokoh mahasiswa itu memilih jalan kekuasaan, bergabung dengan partai politik, dan Adian salah satunya. Tidak semua pula, para mahsiswa itu dapat menikmati hasil reformasi secara langsung. Di sinilah titik singgungnya. Beberapa tokoh mahasiswa yang sekarang sudah masuk kekuasaan seakan lupa dengan kontribusi teman-temannya dulu. Padahal, kalau dihitung-hitung, tokoh reformasi itu ya mahasiswa yang meninggal dalam rentang waktu aksi unjuk rasa itu.
Sepertinya, Adian ingin mendistribusikan kekuasaan itu, kepada teman-temanya. Pada pilleg 2019, Adian membantu atribut kampanye untuk teman-temannya yang nyaleg di daerah.
Di sisi lain, Erick Tohir tampil sebagai salah satu politisi yang menjadi bagian penting dari tim pemenangan Jokowi-Makruf. Tidak tanggung-tanggung, Erick menjadi Ketua tim pemenangan.
Tidak banyak informasi yang dapat saya ulik mengenai Erick. Yang saya tahu dan kebanyakan orang tahu, Erick adalah pengusaha. Dia sedikit dari pengusaha Indonesia yang terjun ke bisnis olahraga terutama sepak bola. Erick berkait dengan banyak klub sepakbola, baik di luar maupun dalam negri.
Erick pernah punya saham di klub Inter Milan, DC United, Oxford United. Setidaknya, itu yang saya baca di beberapa media. Di dalam negri, Erick pernah bersinggungan dengan Persib Bandung, sekarang memiliki saham di Persis Solo, mungkin juga di beberapa klub sepakbola lainnya.
Dengan bekal entrepreneurnya itu, Jokowi menunjuk Erick menjadi Menteri BUMN sampai sekarang. Harapannya, kesuksesan Erick mengelola perusahaan dapat memberi dampak posisitif pada pengelolaan BUMN. Hasilnya? Silakan Anda nilai sendiri.
Walaupun sama-sama pendukung Jokowi-Makruf, dalam perjalanannya, Adian kerap mengkritik Erick. Terdengar kabar, beberapa kawan Adian yang berada di BUMN diganti oleh Erick. Seperti tidak mau kalah, Erick juga membuka jaringan sampai ke daerah. Dalam satu waktu, teman saya yang pro Adian dengan teman saya yang pro Erick saling perang opini, saya senyumin saja.
Belakangan, Erick tidak hanya sibuk mengurus BUMN, namun juga sudah mulai membentuk relawan. Erick sudah mulai dikait-kaitkan dengan pemilu 2024, entah jadi Capres, Cawapres, atau pemegang saham. Itu biarlah menjadi urusan Erick.
Yang menjadi urusan Adian adalah kebijakan Erick dalam mengelola BUMN, diantaranya adalah mengenai dana talangan untuk beberapa BUMN, penunjukan Dirut Garuda, dan penunjukan 6000 lebih komisaris.
Setelah berbeda pendapat selama tiga tahun, beberapa hari yang lalu, saya membaca apresiasi Adian kepada Erick. Apresiasi itu, tidak lain dan tidak bukan karena keputusan Erick membantu satu unit rumah untuk setiap keluarga mahasiswa yang meninggal pada tahun 1998.
Nampaknya, tidak ada yang lebih penting bagi Adian selain memperhatikan kepentingan keluarga rekan-rekannya itu. Sebagai bagian dari pelaku 1998, Adian sudah memilih jalan yang tepat.
Hampir 25 tahun berlalu, banyak orang yang sudah “melupakan” peristiwa bersejarah dalam perjalanan bangsa ini. Namun tidak bagi Adian, dia terus membantu teman-temannya itu, mulai dari mendirikan lembaga yang menghimpun aktivis 1998, sampai membantu keluarga korban seperti yang dilakukannya bersama Erick Tohir itu. Lalu, apakah setelah ini Adian akan kembali “perang” dengan Erick? Atau terus akur? Nampaknya itu tidak terlalu penting…[Alja Yusnadi]