• About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
Alja Yusnadi
  • Beranda
  • Tentang AY
  • Tentang Situs
  • Daftar Isi
    • CePAY
    • Desa AY
      • BUMDesa
      • Profil Desa
      • Tokoh Desa
    • Feature AY
    • Galery AY
    • Haba AY
    • Jak AY
    • Kolom AY
    • Mata AY
    • Rumeh AY
    • Sahabat AY
    • Wawancara AY
  • Kontak AY
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Tentang AY
  • Tentang Situs
  • Daftar Isi
    • CePAY
    • Desa AY
      • BUMDesa
      • Profil Desa
      • Tokoh Desa
    • Feature AY
    • Galery AY
    • Haba AY
    • Jak AY
    • Kolom AY
    • Mata AY
    • Rumeh AY
    • Sahabat AY
    • Wawancara AY
  • Kontak AY
No Result
View All Result
Alja Yusnadi
No Result
View All Result
Home Kolom AY

Protes Ibu-Ibu

Alja Yusnadi by Alja Yusnadi
Februari 24, 2022
in Kolom AY, Mata AY, SuA
0
Ilustrasi (detik.com)

Ilustrasi (detik.com)

0
SHARES
1
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Alja Yusnadi

Protes itu semacam ekpresi ketidaksetujuan, menyangkal, menentang dan seterusnya. Misalnya, Anda tidak setuju dengan pendapat saya, silakan Anda protes, silakan Anda kirim tulisan bantahan ke Ghibahin.id, misalnya. Wujud protes itu bermacam corak dan bentuknya. Ada orang, mengekspresikan ketidak setujuan dengan cara memberi argument yang berbeda Ada lagi mengekspresikan ketidaksetujuan dengan unjuk rasa sampai berjilid-jilid. Ada yang saling lempar microphone, lempar kursi, lempar botol air mineral, seperti yang dipraktekkan oleh wakil-wakil kita. Ada juga, ekpresinya hanya diam, cukup mendongkol di dalam hati saja, atau melampiaskan ke Diary.

Protes itu bisa dilakukan siapa saja, anak-anak, remaja, orang dewasa, buruh, karyawan, manajer. Singkatnya, siapa saja pernah melakukan protes, termasuk Anda. Namun, apa jadinya jika protes itu dilakukan oleh ibu-ibu?

Itulah yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir. Ibu-ibu komplek, ibu-ibu di pasar, ibu-ibu di dapur melakukan protes. Sependek pengetahuan saya, Ada dua hal yang diprotes. Pertama, ibu-ibu protes terhadap Layang-layang Putus, yang kedua perihal naiknya harga minyak goreng. Kalau ada yang ketinggalan, silakan ditambah.

Protes yang pertama, saya tidak begitu mengikuti alur ceritanya. Bukan apa-apa, saya hampir tidak pernah menonton tayangan yang dramatis itu, kecuali membaca beberapa cuplikan tulisan yang pulang-pergi di halaman media sosial dan beberapa video singkat yang diplesetkan dari potongan cerita Layang-layang putus.

Saya tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang perfilman, saya tidak mengerti apa yang menjadi ukuran baik-buruk dari karya para sineas itu. Namun, saya cukup menikmati beberapa film yang diperagakan oleh Reza Rahardian yang tidak lain dan tidak bukan adalah pemeran utama laki-laki dalam Layang-layang Putus.

Lalu, apa yang diprotes oleh para ibu itu? Seperti yang Anda tahu, Film itu menyentuh hal yang paling sensitive dalam hubungan rumah tangga, apa itu? Perselingkuhan, percintaan segitiga yang melibatkan satu laki-laki dan dua perempuan. Hal itulah yang membuat ibu-ibu protes. Memprotes naskah film yang dianggap begitu menyakitkan hati perempuan. Jangan-jangan, protes—mencurigai—berlanjut ke rumah tangga, kepada suami.

Dalam bentuk lain, kisah asmara, baik segi dua, segitiga, bahkan segi yang membentuk prisma, dengan sangat mudah kita temukan. Di balik kisah heroik tokoh-tokoh dunia, selalu ada bumbu-bumbu asmara yang membuat kita tidak jengah untuk membaca kisahnya. Biar tidak bias, saya kemukan satu contoh saja: Samson, manusia super kuat itu. Bertekuk lutut di bawah pengaruh asmara. Anda bisa melanjutkan urutan-urutan kisah itu, mulai dari skala dunia, benua, kawasan, nasional, regional, sampai di sekeliling kita, atau jangan-jangan kisah itu kita menimpa diri sendiri.

Protes yang kedua, saya temukan di lorong-lorong pasar tradisional, di kios-kios kecil di dekat rumah. Suatu hari, saya mendapat tugas belanja sayur dan kebutuhan dapur. Seperti biasa, setelah membeli santan kelapa langganan saya, membeli beberapa ikat sayur, satu ons cabe rawit dan cabe merah kriting, saya menuju lapak minyak goreng. “Kosong bang,” ucap penjual minyak goreng seraya menyebut salah satu merk. Terdengarlah suara beberapa orang ibu memprotes harga minyak goreng. Rupanya, sudah beberapa hari harga minyak goreng naik, dan langsung direspon oleh pasar.

Inilah salah satu penyakit yang belum bisa sembuh total. Dalam skala yang lebih luas, pangan dan kebutuhan pokok belum bisa distabilkan, baik dari sisi ketersediaan, akses, maupun harga. Persoalan pangan tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada pasar. Bukan apa-apa, kecendrungan hanya ada beberapa produsen, sementara konsumen terbentang luas dari Sabang hingga Merauke. Jika pemerintah tidak hadir, bisa-bisa harga pangan melambung tinggi.

Ada beberapa sebab naiknya harga minyak goreng. Pertama, naiknya harga Cruit Palm Oil (CPO) di pasar dunia. Hal ini mendorong produsen CPO dalam negeri untuk mengeksport produknya. Satu sisi, besarnya eksport ini memberikan kontribusi terhadap pertambahan nilai eskport Indonesia, di sisi lain menyebabkan terjadinya kelangkaan minyak sawit untuk industri minyak goreng dalam negeri.

Kedua, terjadinya penimbunan minyak goreng. Sebagaimana kata pepatah, di mana ada gula, di situ ada semut. Beberapa pengusaha nakal merespon kenaikan harga minyak goreng dengan cara menahan stock, sehingga menyebabkan kelangkaan minyak goreng di pasar. Jika sudah begini, berlakulah hukum pasar, permintaan tinggi, harga juga ikut naik.

Pemerintah harus mampu memetakan permasalahan minyak goreng ini dan juga untuk berbagai komoditi pangan yang lain. Pemerintah harus mengatur kuota eksport CPO agar tidak mengganggu industri minyak goreng dalam negeri. Pemerintah juga harus inten melakukan pengawasan terhadap perdagangan bahan pangan, jangan sampai terjadi penimbunan.

Lalu, bagaimana dengan protes ibu-ibu tadi? Saya satu barisan, untuk kedua protes itu. Jangan sampai, protes-protes di pasar, di kios itu berlanjut ke jalan, ke senayan, dan ke istana negara. Bisa Anda bayangkan jika ibu-ibu bersama alat masaknya melakukan aksi unjuk rasa? Bisa game over, karena:” Ibu-ibu bersatu tak dapat dikalahkan”

*Tulisan ini sudah pernah tayang di https://www.ghibahin.id/esai/protes-ibu-ibu/

Previous Post

Apresiasi Muda

Next Post

Menunggu Kiprah Badan Pangan Nasional

Alja Yusnadi

Alja Yusnadi

Related Posts

Kopi Gayo: Jejak Sejarah, Warung Kopi, hingga Identitas Orang Aceh
Desa AY

Kopi Gayo: Jejak Sejarah, Warung Kopi, hingga Identitas Orang Aceh

Juli 10, 2024
Menikmati kopi arabika gayo (poto: kemenlu.go.id)
Desa AY

Kopi Gayo Mentas di Estonia

Juli 10, 2024
Kopi Arabika (Ilustrasi: antara)
Desa AY

Kopi Gayo Go Internasional

Juli 10, 2024
Pohon Kopi Arabika Gayo (sumber: acehtengahkab.go.id)
Desa AY

Kopi Arabika Gayo 3, Varietas Unggulan Nasional

Juli 10, 2024
Pecco Juara
Kolom AY

Pecco Juara

Juli 10, 2024
Ilustrasi: Pantau.com
Kolom AY

Mendag Goreng Sawit

Juli 10, 2024
Next Post
Ilustrasi (Investor Daily)

Menunggu Kiprah Badan Pangan Nasional

Resen Postingan

Tega, Pemkab Belum Bayar Jasa Non Kapitasi, Begini Kata Anggota DPRK Aceh Selatan

Maret 26, 2025
BI: Total Factor Productivity Harus Naik untuk Capai Pertumbuhan 8 Persen

BI: Total Factor Productivity Harus Naik untuk Capai Pertumbuhan 8 Persen

Maret 17, 2025
Dahlan Iskan (Sumber: Disway.id)

Gemerlap Danantara

Maret 17, 2025
Kongres Luar Biasa

Kongres Luar Biasa

Maret 9, 2025
Bersama Pimpinan Partai Gerindra Aceh

Bersama Pimpinan Partai Gerindra Aceh

Maret 9, 2025
Bersama Mentri Kebudayaan

Bersama Mentri Kebudayaan

Maret 9, 2025
Alja Yusnadi

© 2024 Alja Yunadi - Rumah Menulis AY theme by Eza.

Navigate Site

  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

Follow Us

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Tentang AY
  • Tentang Situs
  • Daftar Isi
    • CePAY
    • Desa AY
      • BUMDesa
      • Profil Desa
      • Tokoh Desa
    • Feature AY
    • Galery AY
    • Haba AY
    • Jak AY
    • Kolom AY
    • Mata AY
    • Rumeh AY
    • Sahabat AY
    • Wawancara AY
  • Kontak AY

© 2024 Alja Yunadi - Rumah Menulis AY theme by Eza.