Apresiasi Muda

0
120
Apresiasi
Ilustrasi (Maxmanroe.com)

Oleh: Alja Yusnadi

Kali ini, saya harus minta maaf kepada teman saya yang Ketua DPRK itu. Saya harus lebih dulu memberikan apresiasi. Biasanya, teman saya itulah orang yang lebih dulu memberikan apresiasi jika ada capaian positif pemerintah kabupaten.

Bedanya, apresiasi kali ini bukan untuk capaian pemerintah, melainkan kritikan pemerintah. Sebenarnya biasa saja, karena kritikan itu ibarat oli samping untuk kendaraan 2 Tak. Kalau oli sampingnya berkualitas, pembakarannyapun lancar.

Ada yang berbeda, karena kritik dilakukan oleh sosok yang sedang naik daun, yang paling dekat dengan pemerintah. Siapalagi kalau bukan Tgk. Abrar Muda yang memiliki nama “panggung” Sigantang Sira. Ya, pemilik puncak yang baru saja memenangkan API Award itu.

Pertama melihat berita itu, saya sempat berfikir salah judul, atau salah gambar karena menampilkan foto Abrar Muda, sementara judul mengkritik pelayanan RSUD YA dan Puskesmas Kota Fajar.

Rupanya, judul, gambar dan isi berita sesuai. Yang salah itu perkiraan saya, mungkin juga perkiraan Anda. Bukan hanya soal sosok yang berbicara, namun juga media yang pertama sekali merilisnya. Media itu, selama ini menggantikan peran kehumasan. Siapa saja yang ingin berbicara—terutama menjawab kritik—media ini paling cepat dan sering menjadi satu-satunya yang menayangkannya, eklusif. Mulai dari statement legislatif, Kepala Dinas, atau siapa saja yang merasa ingin memotong alur kritik. Anda pasti sudah tahu.

Memang, salah satu kelemahan di daerah, minimnya tukang kritik. Harusnya, kinerja pemerintah terus diawasi. Secara aturan, eksekutif diawasi oleh legislatif. Legislatif dan eksekutif—pemerintahan—diawasi oleh lembaga masyarakat sipil. Karena perannya itu, sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi, setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Lembaga masyarakat sipil pernah berjaya sekali di masa rehab-rekon, hampir tidak ada lembaga yang tidak mendapat donor. Setelah itu, nasib lembaga-lembaga itu berubah drastis. Kita dipaksa untuk memakluminya.

Sekarang, kritik itu secara berkala dilakukan oleh Mayfendri dengan LIBAS nya dan T.Sukandi dengan PeKA nya. Kedua orang inilah yang secara konsisten memberikan masukan dari luar sistem. Tidak perlu tanya soal lembaganya, yang jelas terus bersuara. Saking konsistennya, saya pernah berfikir untuk memberikan award kepada kedua kritikus itu. Seperti Presiden Jokowi yang memberikan piagam penghargaan kepada Fahri Hamzah dan Fadli Zon, dua orang anggota DPR yang paling sering mengkritik Jokowi. Tapi urung, karena saya bukan orang yang dimintai pendapat oleh orang yang dikritik itu.

Di luar itu, secara sporadis beberapa mahasiswa dan anak muda mencoba mengkritik, tapi rating nya masih jauh di bawah kedua kritikus tadi. Kritik yang membumi juga tidak saya lihat dari persekutuan mahasiswa dan perserikatan pemuda Aceh Selatan. Berbeda sekali ketika persekutuan itu dipimpin oleh Bung Sudir, kawan saya yang lain. Betapa gagah beraninya persekutuan itu. sampai-sampai, kawan saya itu diteror oleh agen. Yang tidak sanggup pikir lagi, orang tuanya yang pegawai pemerintah itu diancam pindah tugas-kan.

Makanya, kritikan itu harus saya apresiasi melalui tulisan singkat ini. Kritik adalah suplemen. Kritik ini bisa menjadi pintu masuk untuk memperbaiki pelayanan kesehatan di Aceh Selatan. Kasus pelayanan tujuh jam itu ibarat fenomena gunung es, hanya itu yang muncul ke permukaan. Saran saya, sesekali, penguasa lokal melakukan penyamaran ke RSUD YA dan Puskesmas, lihatlah dari dekat bagaimana kualitas pelayanannya, apakah sudah sesuai standar minimal? Kunjungan itu tidak usah membawa rombongan, tidak usah ada pemberitahuan, tidak usah ada sambutan, seperti yang dilakukan Bung Tomas itu–tokoh masyarakat.

Lantas, apa eksesnya? Saya—mungkin juga Anda—berharap agar ada perbaikan secara holistik, Direktur RSUD YA dan Kadis Kesehatan—Cum Kepala Puskesmas– harus diatensi khusus. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Jika sektor pelayanan kesehatan ini berjalan baik, sebagian persoalan masyarakat sudah selesai. Jika pandai dikelola, akan menjadi legacy bagi pemerintah AZAM, yang masanya tidak sampai dua tahun lagi.

Kemudian, apakah dengan kritik itu dapat menjadi sinyal keretakan antara pemilik puncak Sigantang Sira ini dengan Bupati? Sepertinya, jauh panggang dari api. Kedua tokoh ini memiliki hubungan masa lalu yang sangat intim. Tidak perlulah saya uraikan, karena Anda lebih tahu.

Biasanya, orang dekat kekuasan akan memberikan masukan melalui pertemuan tertutup. Lalu, kenapa kali ini secara terbuka? Anda tentu memiliki perspektif masing-masing. Apapun motifnya, saya harus memberi apresiasi. Apresiasi Muda…[Alja Yusnadi]