Oleh: Alja Yusnadi
Malaysia, selain sibuk mengurus Korona juga dibuat pusing oleh politik. Anwar Ibrahim, Rabu (23/9) menggelar konferensi pers, isinya “menggulingkan” Tan Sri Muhyiddin Yasin dari kursi Perdana Menteri.
Anwar adalah Presiden Partai Keadilan Rakyat (PKR) –yang dalam pemerintah Perdana Menteri Muhyiddin mengambil sikap sebagai pembangkang. Selain PKR, ada juga Democratic Action Party (DAP) dan Partai Amanah yang tergabung dalam koalisi Pakatan Harapan. Pembangkang menguasai 91 kursi Dewan Rakyat dari total 222 kursi.
Untuk membentuk pemerintah baru, Anwar Ibrahim masih memerlukan tambahan dukungan di Dewan rakyat.
Muhyiddin disokong oleh koalisi Perikatan Nasional, di dalamnya ada UNMO, Bersatu, PAS, Gabungan Partai Sarawak, Partai Bersatu Sabah, STAR.
Gonjang-ganjing pertama sekali muncul karena Tun Mahathir mengundurkan diri dari jabatan Perdana Menteri Februari 2020. Kebanyakan penyokong Mahathir memilih oposisi kepada pemerintah Muhyiddin yang dianggap tidak refresentatif dan berkhianat. Untuk masalah yang terakhir, Mahathir pernah bersumpah akan mencongkel kepemimpinan Muhyiddin.
Sebelumnya, pada pemilu 2018, Pakatan Harapan berhasil memenangkan pemilu, dan menjadikan Mahathir sebagai Perdana Menteri. Lika-likunya memang panjang. Untuk mencegah Najib Razak berkuasa kembali, mendorong Anwar Ibrahim bersekutu dengan Mahathir yang tidak lain dan tidak bukan adalah mentor sekaligus yang telah menjebloskannya ke penjara.
Awalnya, Mahathir direncanakan memimpin setengah periode. Selanjutnya akan menyerahkan kekuasaan kepada Anwar Ibrahim. Setelah Mahathir mundur, dan ditunjuk sebagai pelaksana tugas, belum juga ada celah bagi Anwar untuk menjadi Perdana Menteri. Sampai akhirnya, Muhyiddin berhasil menggalang kekuatan dan menghantarkan dirinya ke tampuk kekuasaan.
Mahathir, Anwar Ibrahim, Muhyidin adalah tiga tokoh Malaysia yang kadang-kadang mesra tak jarang pula berbeda pandangan. Ketika Mahathir menjadi Perdana Menteri sebelumnya, Anwar Ibrahim menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri periode 1993-1998.
Mahathir dan Anwar Ibrahim sama-sama petinggi UMNO di masa lalu, dan sama-sama telah mendirikan partai lain di masa sekarang. Mahatir dengan Bersatunya—kemudian hari dipecat—dan Anwar Ibrahim dengan PKRnya.
Muhyiddin juga pernah dimentori Mahatir, baik di UMNO maupun di pemerintahan. Muhyiddin menjadi Perdana Menteri tanpa pemilihan. Akibat situasi yang tidak stabil, Raja Yang Dipertuan Agong menunjuk Muhyiddin sebagai Perdana Menteri.
Namun, Muhyiddin menguji dukungan parlemen kepada dirinya dengan membuat mosi untuk mengganti Ketua Dewan Rakyat, yang sebelumnya diisi oleh politisi pembangkang. Setelah melalui pemilhan, akhirnya 111 anggota Parlemen mendukung Muhyiddin, 109 orang menolak. Hanya selisih 2 suara.
Selisih yang tipis itu yang sampai hari ini menyebabkan kekisruhan tidak padam. Sampai akhirnya, Anwar Ibrahim melakukan “kudeta” tak berdarah itu.
Apakah Anwar telah mendapatkan dukungan mayoritas di parlemen? Bisa jadi iya, bisa jadi tidak. Kalau benar Anwar telah mendapat tambahan dukungan dari beberapa orang anggota parlemen dari UMNO dan partai kecil, bisa saja klaimnya itu terbukti. atau sebaliknya, jika Muhyiddin bisa menjaga dukungan mayoritas Dewan Rakyat, klaim Anwar hanya untuk mengganggu konsentrasi Muhyiddin dan melihat kesiapan di lapangan semata.
Di mana posisi Mahathir? Dr. M memang tidak menghendaki Muhyiddin menjadi Perdana Menteri, itu bukan berarti mendukung pula Anwar Ibrahim menggantikannya.
Ada satu lagi, dukungan Raja Yang Dipertuan Agong. Sampai saat ini, Yang Dipertuan Agong belum memberikan satatemen apapun mengenai kisruh politik itu: Mendukung pemerintah yang sudah ada, atau mendukung Anwar.
Terdengar kabar, yang dipertuan agong lagi sakit.
Menariknya, rakyat Malaysia tenang-tenang saja. Tidak gaduh. Tidak ada demonstrasi. Tidak ada mobilisasi masa oleh kedua kubu. Politik diselesaikan di meja runding. Dengan lobi.
Semoga krisis Malaysia segera berlalu..[Alja Yusnadi]