Oleh: Alja Yusnadi
Dalam sebuah rekaman pembicaraan dengan salah seorang dokter spesialis penyakit dalam, ada satu hal yang sangat menggelitik saya.
Spesialis senior di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Yuliddin Awat (RSUDYA), Tapaktuan, Aceh Selatan ini mengatakan Orang Tanpa Gejala (OTG) masih banyak berkeliaran, celakanya, mereka belum terdeteksi.
Kemarin, dokter itu dinyatakan positif Korona. Dengan inisiatif pribadi dia melakukan uji swab, dan hasilnya positif. Sekarang, dia melakukan isolasi mandiri.
Rabu (29/7), tiga orang dinyatakan positif di Aceh Selatan berdasarkan uji swab, termasuk dokter Yensuari salah satunya.
Dokter Yen adalah salah satu dokter senior di Aceh Selatan. Dia memiliki banyak pasien yang sudah “tergantung” dengan pelayanannya. Pasiennya tersebar di banyak kecamatan.
Sependek pengetahuan saya, dokter Yen tertular bukan dari perjalanan ke luar daerah, mungkin dari salah satu pasiennya yang tidak jujur.
Untuk mendapat hasil maksimal, Pemerintah Aceh Selatan harus melakukan uji swab kepada banyak orang. Masyarakat yang pernah berinteraksi dengan dokter Yen dalam kurun waktu dua minggu terakhir harus di uji swab.
Begitu juga keluarga pasien dan orang-orang yang pernah berinteraksi dengan pasien yang disebutkan oleh dokter Yen dalam wawancara itu.
Begitu hasil uji swab keluar, RSUDYA langsung di sterilkan. Seluruh tenaga kesehatan yang pernah bersentuhan dengan pasien– yang kemudian diketahui positif Korona—wajib dilakukan uji swab dan isoloasi sebelum hasil tes keluar.
Mencermati apa yang terjadi, Pemerintah melalui Dinas Kesehatan sudah saatnya mewajibkan setiap fasilitas kesehatan menerapkan protokol secara ketat.
Tenaga medis yang berinteraksi dengan pasien—pasien dengan keluhan apapun—wajib memakain Alat Pelindung Diri.
Kejadian ini bukan hanya di Aceh Selatan. Beberapa hari yang lalu, hal serupa juga menimpa Rumah Sakit Umum Daerah Teungku Peukan, Aceh Barat Daya (Abdya) dan Rumah Sakit Umum Bener Meriah.
Di Abdya, seorang dokter spesialis juga dinyatakan positif Korona. Saya duga penyebabnya sama: pasien yang tidak jujur atau tidak mengetahui dia sudah terinveksi Korona.
Di Bener meriah lebih parah lagi, RSUD berhenti melayani pasien untuk beberapa saat.
Apa yang terjadi di ketiga Kabupaten ini harus menjadi pelajaran, jangan sampai terjadi di Kabupaten/Kota yang lain.
Setelah New Normal, kita berhadapan dengan transmisi lokal. Perpindahan atau penyebaran virus melalui orang sekitar.
Dulu, bisa saja kita hanya mewaspadai setiap traveler yang baru pulang dari daerah yang dinyatakan berbahaya, seperti Medan, Jakarta, Surabaya dan lain-lain. Atau, mencurigai setiap orang yang baru pulang dari luar daerah.
Sekarang, melihat apa yang sudah terjadi, kita harus mempersempit ruang curiga. Coba Anda bayangkan, berapa banyak orang yang sudah berinteraksi dengan dokter? Jika satu hari saja memiliki 30 pasien, dalam empat hari jumlahnya 120 orang.
Katakanlah setiap pasien didampingi oleh satu orang keluarga, makanya jumlahnya 240 orang.
Dari jumlah itu, berapa banyak yang sudah berinteraksi dengan orang lain di pasar?, di rumah kenduri?
Sudah saatnya kita waspadai transmisi lokal. Pemerintah Daerah harus lebih kreatif. Paling tidak perbanyak APD untuk tenaga kesehatan, perbanyak uji swab kepada masyarakat.
Kembali kepada pernyataan dokter spesialis tadi, deteksi segera Orang Tanpa Gejala, dengan segala daya-upaya, sebelum menjadi sia-sia.
Yang paling mudah, selain kepada tenaga kesehatan, Pemerintah Kabupaten melakukan juga uji swab kepada penyelenggara pemerintah sambil memikirkan pola yang tepat untuk menanggulangi penyebaran Korona.