Oleh: Alja Yusnadi
Proses pemilihan Kepala Daerah penuh lika-liku, penuh drama, terutama bagi kader partai. Kota Surabaya menarik kita ikuti. Sebagai penguasa Kota Surabaya selama 20 tahun terakhir, PDI Perjuangan mengeluarkan rekomendasi pada tahap akhir.
Penantang sudah duluan hadir. Mahfud Arifin, Purnawirawan Jendral bintang dua yang disuung oleh 8 partai politik yang disokong kekutan finansial yang kuat. Terlihat sekali DPP PDI Perjuangan begitu hati-hati dalam menentukan pilihan.
Ada beberapa nama yang masuk radar, termasuk Puti Guntur Soekarno Putri, Anggota DPR RI yang juga keponakan Megawati yang tidak lain dan tidak bukan adalah Ketua Umum PDI Perjuangan dan Wisnu Shakti Buana.
Wisnu adalah Wakil Walikota Surabaya dua periode. Dia bersama Tri Rismaharini sudah sepuluh tahun memimpin kota pahlawan itu. Wisnu juga pernah menjabat sebagai Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya.
Dari sekian banyak tokoh banteng di Kota Surabaya, Wisnu adalah salah satu yang paripurna. Baik dari sisi struktural partai maupun pengalaman mengelola Kota Surabaya. 10 tahun menjadi Wakil Walikota seharusnya cukup menjadi modal bagi Wisnu untuk diusung sebagai calon walikota.
Wisnu bukan hanya kader idiologis, namun juga kader biologis PDI Perjuangan. Ayahnya, Soetjipto Soedjono pernah menjabat sebagai Sekjen DPP PDI Perjuangan periode 2000-2005 dan juga Wakil Ketua MPR dari PDI Perjuangan.
Ternyata, itu semua tidak cukup bagi Wisnu untuk direkomendasi oleh partai. Justru, yang dipilih adalah Eri Cahyadi Kepala BAPPEDA Kota Surabaya.
Perjalanan karir Eri tidak jauh dengan Risma. Sama-sama memulai sebagai birokrat, terakhir menjadi Kepala BAPPEDA. Dipilihnya Eri sulit untuk mengatakan tanpa pengaruh Risma. Walaupun, Ketua Umum PDI Perjuangan memiliki hak preogatif.
Lalu, bagaiamana dengan Wisnu? Sebagai kader idiologis, tentu Wisnu akan mengamankan keputusan partai. Ketua Umum pasti memiliki alasan tersendiri dalam mengusung Eri. Bisa saja sesuatu yang lebih besar sedang dipersiapkan untuk Wisnu.
Setuju atau tidak, Kota Surabaya di tangan Bambang DH dan Tri Rismaharini sudah banyak perubahan. Saya lihat, bagi PDI Perjuangan, Surabaya bukan hanya sekedar mempertahankan kemenangan. Namun, lebih dari itu, Surabaya tidak boleh jatuh ke orang yang salah.
Untuk mewujudkan hal itu, PDI Perjuangan bukan hanya bertarung dengan partai lain. Tetap juga harus memilih sejumlah nama-nama besar kader partai di kota pahlawan itu.
Risma sudah banyak membuat program, ada sekitar 500 lebih taman dan 500 lebih fasilitas olahraga yang dapat dimanfaatkan gratis, dan juga layanan internet gratis di sejumlah taman.
Pemko juga memberikan pendidikan dan kesehatan gratis, termasuk memberikan tambahan makanan untuk anak yatim dan lanjut usia serta berbagai program lainnya.
Sependek pengamatan saya, bagi PDI Perjuangan, Pilwako Surabaya bukan sekedar memenangkan pertarungan. Namun, jauh lebih penting dari itu, bagaimana program-program kemasyarakatan bisa tetap berlanjut.
Dan, itulah yang menjadi alasan terpilihnya Eri yang bukan kader partai itu. Sebagai anak didik Risma dan mantan Kepala BAPPEDA, besar harapan Pemko Surabaya ke depan dapat melanjutkan program Risma dan dapat menjadi laboratorium ekonomi Pancasila.
Eri bukanlah tokoh besar. Sepak terjangnya jauh di bawah sang lawan Mahfud Arifin. Namun, PDI perjuangan percaya betul, bahwa ini untuk kemajuan Kota Surabaya. Tidak peduli berapapun bintang dan gemuknya koalisi lawan. Yang dibutuhkan adalah sejauhmana calon itu mengenal Surabaya dan sejauhmana sudah terlibat dalam memecahkan persoalannya.
Armuji ditunjuk untuk mendampingin Eri. Dia pernah menjadi Ketua DPRD Kota Surabaya periode 2003-2004 dan periode 2014-2019. Terakhir, Armuji merupakan anggota DPRD Jawa Timur periode 2019-2024 dari PDI Perjuangan.
Strategi ini mirip ketika memasang Risma- Wisnu. Risma adalah birokrat berprestasi dan Wisnu penjaga idiologi partai. Semoga Eri-Armuji dapat mengulang kesuksesan Risma-Wisnu.
Partai politik telah menyiapkan calon dan bekerja untuk memenangkannya. Namun, kedaulatan tertinggi tetap milik rakyat Surabaya. Apakah pemilih kota pahlawan itu masih ingin dipimpin oleh Tekhnokrat? Atau ingin mencoba purnawirawan. Kita serahkan sepenuhnya kepada arek-arek suroboyo.