Oleh: Alja Yusnadi
Ada yang mengejutkan, Gisel—Gisella Anastasia– mengakui telah merekam adegan persetubuhannya.
Isu itu sudah beberapa bulan bergulir, dan menyeret nama beberapa orang laki-laki yang pernah bekerja dengan Gisel, entah sebagai crew atau lawan adu peran.
Isu—yang sekarang sudah menjadi kasus—itu bermula dari beredarnya beberapa foto Gisel berpakaian seksi, dan terlihat samar-samar sedang beradu peran di atas ranjang. Lawan mainnya itulah yang samar sekali dan mengundang banyak dugaan.
Semua spekulasi itu sirna, setelah Gisel mengakui perbuatannya. Tiraipun mulai tersingkap. Laki-laki itu bukanlah seperti yang disebut-sebut sebelumnya. Bukan Wijin—Pacar Gisel setelah janda—ataupun Gading—mantan suami Gisel.
Nama lawan mainnya itu Michael Yukinobu Defretes. Saya belum pernah mendengar nama itu sebelumnya.
Belum begitu banyak informasi yang mengulas tentang Michael. Yang terang itu, dia seorang yang hobi bermain basket, entah sekedar hobi atau pemain profesional, saya belum tahu. Michael berasal dari Medan, di kota yang sama ini pula “pertunjukan” itu mereka rekam.
Gisel nampaknya memang tertarik dengan pria atletis atau pemain basket. Gading, suaminya dulu yang juga artis memiliki tubuh atletis, Wijin, teman prianya setelah bercerai dari Gading merupakan pemain Basket, kali ini, Michael juga hobi Basket.
Sebenarnya, apa yang menimpa Gisel ini bukan kasus pertama yang menjadi konsumsi publik. Ariel, Luna Maya, Cut tari, pendahulunya yang juga sama-sama artis itu sudah lebih dulu merasakan bagaimana kejamnya kasus tersebut.
Ketiganya harus berurusan dengan polisi, karir mereka berhenti sejenak. Keluarga babak-beluk. Beberapa tahun ketiganya tidak diterima di industri hiburan.
Acara yang mereka bintangi memutuskan kontrak. Walaupun, beberapa tahun kemudian Aril kembali bersinar bersama grop band barunya, Luna kembali membintangi sejumlah acara televisi, begitu juga Cut Tari.
Giselpun akan demikian. Sesaat, publik yang menjadi polisi moral mulai menghujat Gisel dan Michael.
Saya tidak bisa membayangkan perasaan apa yang sedang berkecamuk di dada Gisel. Kasus ini akan mengusik kehidupannya, sampai ke ranah yang seharusnya paling privasi.
Kalau tidak salah, rekaman video mereka itu “shooting” pada tahun 2017. Entah ada hubungan atau tidak, beberapa bulan kemudian Gisel dan gading bercerai.
Kenapa bisa demikian, bukankah persoalan selangkangan itu urusan pribadi? Ya, tepat sekali. Namun, akan lain urusannya ketika adegan ranjang yang direkam itu tersebar ke publik, akan menjadi konsumsi orang banyak.
Di situlah Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik bagi penyebar dan Undang-undang Pornografi untuk pembuat konten berlaku. Ancaman hukumannya pun tidak tanggung-tanggung, sampai 12 tahun penjara.
Saya tidak membahas kenapa Gisel melakukan adegan itu, atau memprotes kenapa dia melakukan dengan Michael yang bukan suaminya itu. Karena itu urusan mereka berdua.
Bisa saja, praktek itu bukan hanya dilakoni Gisel, mungkin yang sekarang menghujat juga pernah melakukannya, beruntung saja tidak direkam atau direkam tapi belum tersebar.
Namun, yang harus menjadi pelajaran bagi kita semua, terutama yang memiliki fantasi ekstrem dalam berhubungan seks.
Belajar dari kasus Aril dan Gisel, mereka menyimpan hasil rekaman itu dalam perangkat lunak yang semakin hari perkembangannya semakin pesat.
Perkara teknologi ini memang ibarat pisau bermata dua. Satu sisi, baik untuk kemaslahatan bersama, seperti yang terjadi di China, seorang perempuan ditangkap oleh Polisi setempat setelah melakukan tindakan kriminal 20 tahun yang lalu. Bagaimana kecerdasan artifisial dapat memindai wajah manusia, walaupun sudah menua dan sudah beberapa kali operasi pelastik.
Sementra itu, satu sisi lagi, kalau tidak bisa menguasai penggunan teknologi, semua aktivitas kita dapat diketahui publik melalui teknologi pula. Ruang privasi hampir tidak ada.
Begitulah teknologi bekerja. Begitu juga dengan kasus tercecernya video private itu. Entah tersimpan di memori Hand Phone yang lupa di hapus, atau jangan-jangan bisa diakses langsung oleh sistem yang tidak terdeteksi oleh penggunanya. Mungkin juga karena salah tekan. Semua kemungkinan terbuka lebar.
Oleh karena itu, pertimbangkan kembali untuk merekam aktivitas pribadi Anda yang tidak boleh diketahui publik. Lagi pula, apa enaknya sih. Kalaupun hendak berfantasi, cukup di depan cermin saja, biar tidak terdeteksi oleh perangkat teknologi.
Awas, jangan sampai masuk perangkap teknologi, walau hanya 19 detik, karena akibatnya bisa seumur hidup! Waspadalah!…[Alja Yusnadi]