Oleh: Alja Yusnadi
Zaman terus berubah, mengikuti bentuk terbaiknya. Sesuatu yang kita anggap tidak mungkin 50 tahun lalu, menjadi biasa saja di hari ini.
Salah satu yang berkembang sangat signifikan adalah teknologi, termasuk teknologi informasi di dalamnya.
Media penyebaran informasi, yang awalnya di cetak menemukan “musuh” baru yaitu media daring atau media online.
Dulu, kita mengenal makanan cepat saji. Sekarang yang cepat saji bukan hanya makanan, tapi juga informasi.
Pertarungan media sekarang adalah siapa yang lebih cepat menyajikan informasi. Tentu juga harus akurat.
Lahirlah puluhan, ratusan, bahkan ribuan media online.
Media online juga terus berevolusi. Sudah mulai banyak variannya. Ada yang memakai format news, format opini, dan ada juga yang menggabungkan keduanya.
Seiring dengan perkembangan tersebut, yang juga ikut berkembang adalah situsweb pribadi.
Tidak ada batasan redaksional. Pemilik web-sekaligus penulis-bebas menulis apa saja yang mewakili pendapatnya.
Saya kira, demikian juga dengan bentuknya. Mulai dari yang ringan-ringan seperti curhat, pendapat singkat, kolom, esai, sampai yang berat-berat seperti hasil penelitian atau opini yang lengkap dengan referensi.
Dahlan Iskan, pendiri Jawa Pos, setelah pensiun, juga mulai membangun situsweb: DI’s Way.
Di bidang ini, saya agak telat melek. Mulai menggunakan platform gratis blogspot pada tahun 2011: aljayusnadi.blogspot.com.
Situs ini juga hidup-mati. Tapi, banyak matinya. Saya hanya mengapdate tulisan secara berkala, yaitu berkala ada kesempatan. Kesempatan itu bisa seminggu, sebulan, bahkan ada yang setahun.
Periode paling parah adalah 2015-2018. Pada rentang waktu itu, selera menulis saya menurun drastis. Mungkin juga karena kesibukan.
Selera menulis kembali muncul di akhir tahun 2019. Sampai, saya memiliki kolom khusus di anteroaceh.com: AY Corner.
Ini adalah soal libido yang meningkat. Bukan kualitas. Sejak masa itu pula-mungkin juga karena Korona-saya terus belajar, memperbaiki kemampuan menulis.
Untuk hal itu, Bung Alkaf, menyarankan untuk membaca tulisan-tulisan Mahbub Djunaidi. Menurut dia, saya lebih cocok dengan gaya tulisan Mahbub. Bung Alkaf adalah penulis dan intelektuil yang sering memberi dorongan untuk saya agar tetap menulis.
Mulailah saya mengoleksi kumpulan tulisan Mahbub: Kolom Demi Kolom, Humor Sang Maestro, Angin Musim, Dari Hari Ke Hari, Asal-Usul, sampai memoar Mahbub.
Saya juga membaca buku Iqbal Aji Daryono: Out Of The Truck Box, Out Of The Lunch Box, Apakah Pendosa Tidak Boleh Berkarya? Berbahasa Indonesia Dengan Logis dan Gembira.
Mahbub dan Iqbal adalah dua penulis dengan genre yang berbeda. Keduanya beda zaman. Mahbub menulis sepanjang tahun 1970-an sampai 1990-an. Dia menjadi langganan media cetak. Kolomnya lugas, tidak menoton, diselingi canda. Sebagai penulis yang hidup di masa orde baru, Mahbub harus menyembunyikan kritik pedasnya melalui humor. Saya membaca berulang tulisan Mahbub.
Sementara, Iqbal adalah penulis yang hidup di tengah digdayanya media online. Iqbal menjadi penulis tetap di beberapa media online.
Ketiga penulis inilah yang ikut mengembalikan selera yang pernah hilang.
Untuk menyalurkannya, saya menaikkan satu tingkat, menjadi aljayusnadi.com. Gayung bersambut. Seorang kawan, praktisi media online yang juga seorang ahli IT berbaik hati menyiapkan situs itu, namanya Riza.
Dalam perjalanannya, semua menu yang ada di dalam situs web itu saya beri nama AY. Mulai Kolom AY (KAY) sampai Wawancara AY (WAY).
Saya paham, yang lebih susah dari memulai adalah mempertahankan. Semoga saya mampu mempertahankan konsistensi di tengah gempuran kemalasan dan kesibukan.
Oiya, di dalam situs web ini, saya mencoba menempatkan tema desa secara khusus. Melalui rubrik Desa AY (DAY), jika cukup energi, saya ingin mengangkat topik tentang desa. Apa saja yang tersembunyi di desa. Terutama yang menyangkut Badan Usaha Milik Desa.
Akhirnya, dengan mengharap ridha ALLAH SWT, semoga aljayusnadi.com mendapat percikan Cahaya-Nya dan dengan kasih sayang-Nya pula dapat menyebar kebaikan informasi…[]