Oleh: Alja Yusnadi
Negara demokrasi, setidaknya diselenggarakan oleh sebuah organ yang diberinama eksekutif, diawasi oleh badan yang dinamai legislatif dan pengawal Undang-undang atau peraturan disebut yudikatif.
Formalnya demikian. Akan tetapi, demokrasi akan pincang ketika tidak ada pers atau media masa—mungkin juga media sosial. Sederhananya, ketika tiga organ tadi tersumbat, maka akan ada pilar keempat yang harus menopangnya.
Apa itu? Selain media—baik mainstream maupun sosial—ada juga Lembaga Swadaya Masyarakat, Yayasan, Perkumpulan, Organisasi Kepemudaan, Organisasi Kemasyarakatan, Organisasi Keagamaan, dan organisasi lainnya. Yang jelas di luar pemerintah, kalau di era sekarang, mungkin juga netizen atau masyarakat internet.
Itu juga yang dilakoni PAS—Pemuda Aceh Selatan. Rabu (7/10), perkumpulan pemuda yang berasal dari Aceh Selatan yang berdomisili di Banda Aceh dan sekitarnya ini mengadakan diskusi publik.
Kali ini, PAS mengangkat tema mengenai refleksi dua tahun pemerintah AZAM.
AZAM adalah akronim dari Azwir dan Amran. Azwir itu maksudnya H. Azwir, S.Sos, Bupati Aceh Selatan periode 2018-2023—di akhir 2019 meninggal dunia. Amran itu maksudnya Tgk. Amran, Wakil nya Azwir yang belakangan dilantik menjadi Bupati Aceh Selatan sisa masa jabatan 2018-2023.
Sejak dilantik, AZAM ini memikul beban yang tidak ringan. Masyarakat Aceh Selatan menitip harapan yang tidak sedikit.
Secara konsepsional, imajinasi Aceh Selatan Hebat—seperti tagline kampanye—telah diturunkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang disusun secara teknokratik.
Tidak tanggung-tanggung, sebelum diserahkan ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Draft RPJM disusun oleh Tim Percepatan Pembangunan Daerah yang diisi oleh ahli yang bukan alang-kepalang.
Akhirnya, lahirlah 10 misi dan 11 program Aceh Selatan Hebat.
Saya telah membaca qanun RPJM tersebut. saya terkesima. Terutama pada misi 7, 8, 9, dan 10.
Tugas berikutnya adalah menerjemahkan misi kedalam dokumen yang lebih teknis, sebut saja semisal rencana strategis, rencana kerja, dan KUA-PPAS yang selanjutnya menjadi cikal-bakal APBK.
Sehingga, dalam merefleksikan AZAM, tidak bisa tidak, kita harus bersentuhan dengan 10 misi itu.
Dua tahun bukan waktu yang tepat untuk merefleksi, seperti kata Dedy Saputra, ketua PAS dalam pidato pengantar diskusi. Setidaknya, PAS telah mengambil porsi—sebagai organisasi kepemudaan—untuk mengajak kita semua ikut sumbang pikir.
Sebagai Bupati, Tgk. Amran memiliki semangat yang tinggi untuk membangun Aceh Selatan—setidaknya menurut saya, begitu juga dengan beberapa orang disekelilingnya. Salah satunya Abral Muda atau biasa dipanggil Teungku Muda.
Bicara AZAM, kita tidak bisa tidak menyebut nama tokoh politik ini. Dialah “Bidan” sehingga lahirnya AZAM. Dialah tokoh utama dibalik kemenangan AZAM—tentunya tanpa menafikan peran tokoh lainnya.
Saya pernah berdiskusi, betapa visionernya mantan panglima GAM wilayah Lhok Tapaktuan ini. Membantu AZAM dari luar struktur pemerintah. Beberapa agenda sudah dia susun.
Hanya saja, ibarat pesawat terbang, AZAM mengalami beberapa kali turbulensi. Pertama, meninggalnya Azwir. Kedua, terjadinya Covid-19.
Sebagai Bupati yang menghabiskan masa jabatan, tentu Tgk. Amran harus menyusun ulang formasinya. Apalagi Tgk. Amran belum memiliki Wakil.
Covid-19 juga menyebabkan beberapa agenda pembangunan tersendat, termasuk agenda yang sudah disusun Teungku muda itu.
Misi itu harus diterjemahkan kedalam bentuk program, dan Bupati membutuhkan aparatur yang dapat melakukannya.
Nampaknya, Bupati tidak boleh terlalu lama dalam kesendirian. Namun, tidak mesti juga terburu-buru.
AZAM menyisakan waktu 3 tahun lagi. Masih banyak yang dapat dilakukan, terutama mewujudkan 10 misi itu.
Selain Wakil, Bupati dapat memaksimalkan peran Sekda, terutama dalam hal “mengurus” ASN.
Kembali ke diskusi publik. Sependek pengetahuan saya, itu adalah diskusi perdana selama pemerintah AZAM.
Acaranya dibuat seperti konsep ILC. Dipandu oleh Muslim, mantan presiden mahasiswa Unaya yang juga berprofesi sebagai advokat. Pemerintah diwakili oleh BAPPEDA, DPRK diwakili oleh Hadi Surya Ketua Komisi II, juga ada Zamzami dan Rajo Evi. Perwakilan Mahasiswa, Ihsan Yunadi mewakili media.
LSM diwakili oleh Yuna Zulfikar dari LIBAS dan T. maulizar. TAF Haikal sebagai tokoh masyarakat. Saya diundang sebagai politisi muda—padahal, aktivitas saya sekarang banyak menulis dan mengajar–ada juga Arman Komisioner KIA.
Sekiranya, dari komposisi sudah hampir memadai, mewakili banyak sektor. Sebenarnya, kalau Bupati bisa datang tentu lebih menarik. Karena, panggung itu dapat dimanfaatkan oleh Bupati untuk menjelaskan keberhasilannya.
Pun saya lihat, dalam forum itu, tidak ada narasi negatif, semua memiliki semangat yang sama, ingin mewujudkan Aceh Selatan Hebat, secara proporsional.
Apa refleksinya? PAS tidak mengambil kesimpulan. Biarlah semua kita mengambil kesimpulan masing-masing, seperti kata Al Farabi, ketua panitia..
Pasti Aceh Selatan (harus) Hebat…[Alja Yusnadi]