Testing on The Water

0
54
Djoko Tjandra (Liputan6)
Djoko Tjandra (Liputan6)

Oleh: Alja Yusnadi

Istilah Testing on The Water, disampaikan oleh Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar.

Kurang lebih artinya cek ombak. Fickar mengomentari langkah yang diambil Djoko Soegiarto Tjandra yang melakukan upaya Peninjauan Kembali (PK) terhadap kasusnya ke Mahkamah Agung (MA).

Menurut Fickar, Djoko ingin mengecek ombak, apakah kasusnya sudah kadaluarsa atau belum.

***
Djoko adalah seorang terpidana yang melarikan diri dari Indonesia. Pelariannya menyeret beberapa nama di Mabes Polri yang kemudian dicopot dari jabatan.

Djoko merupakan terdakwa kasus pengalihan hak tagih Bank Bali dengan nilai kerugian negara Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung. Kejaksaan pernah menahan Djoko pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000.

Majelis hakim agung melepaskan Djoko dari segala tuntutan pada 2001. Putusan itu diambil dengan mekanisme voting karena perbedaan pendapat antara hakim Sunu Wahadi dan M Said Harahap dengan hakim Artidjo Alkotsar.

Kejaksaan Agung mengambil langkah peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (MA). MA akhirnya memutuskan menghukum Djoko dengan pidana dua tahun penjara dan denda 15 Juta Rupiah pada 2009. Selain hukuman itu, MA juga memutuskan untuk merampas uang Rp546 miliar di Bank Bali untuk negara.

Djoko mangkir dari panggilan Kejaksaan untuk dieksekusi. Djoko dinyatakan sebagai buron. Djoko diduga melarikan diri ke Port Moresby, Papua Nugini, pada 10 Juni 2009. Sehari sebelum MA mengeluarkan putusan perkara.

Tiba-tiba pada akhir Juni 2020, Djoko mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) kasusnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tapi dia tidak tampak dalam sidang pertama.

Atas dasar itulah, Fickar menganggap Djoko hanya melakukan cek ombak. Djoko berharap kasusnya kedaluwarsa karena sudah lebih dari 6 tahun. Pedomannya Pasal 78 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang masa kedaluwarsa kasus.

Pasal itu menyebutkan bahwa kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama lima tahun, kedaluwarsa hukumnya sesudah enam tahun.

Langkah bulus Djoko harus diantisipasi dengan cermat. Ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan bagi penegak hukum: pertama, Djoko mendaftarkan peninjauan kembali menggunakan identitas Indonesia. Artinya, dia bisa mendapatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Indonesia, padahal dia sudah pindah warga negara.

Kedua, proses dia kabur dari Indonesia juga melibatkan pihak berwenang di Indonesia. Jika terbukti jangan hanya di copot dari jabatan, tapi harus di lanjutkan ke proses penegakan hukum. Karena itu adalah perbuatan melanggar hukum.

Kalau saya pikir, ya sudahlah Pak Djoko, tidak usah berkelit lagi. Jalani saja hukuman itu. Tidak usah pakai cek ombak segala. Lagi pula cuma dua tahun bukan?