Oleh: Alja yusnadi
Kasus Djoko Tjandra menyeret beberapa nama pejabat negara, salah satunya adalah Jaksa Pinangki.
Nama lengkapnya Pinangki Sirna Melasari, jabatan terkhirnya Kasubbag Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan.
Pinangki adalah seorang jaksa perempuan bergelar doktor yang dimiliki Kejaksaan Agung Indonesia.
Melihat latar belakang pendidikan, penegakan hukum Indonesia seharisnya dapat menggantungkan harapan kepada Pinangki.
Dia seorang jaksa yang melek pendidikan. Mengawali pendidikan ilmu hukum di Universitas Ibnu Khaldun, melanjutkan Master Hukum di Universitas Indonesia dan menyelesaikan Doktor Ilmu Hukum di Universitas Padjajaran.
Tidak cukup sampai di situ, Pinangki juga mengabdikan diri untuk mengajar di Fakultas Hukum Universitas Trisakti.
Saya salut dengan kegigihan Pinangki untuk urusan ilmu pengetahuan, khususnya pengembangan Ilmu Hukum di Indonesia.
Seorang penegak hukum, idealnya memang harus terus-menerus mengasah ilmu hukum, salah satunya melalui pendidikan formal dan kursus. Dan, Jaksa pinangki satu diantara sedikit yang berhasil meraih gelar Doktor dan menjadi pengajar Ilmu Hukum di Perguruan Tinggi.
Kehebatan Jaksa Pinangki itu kian sempurna dengan memperoleh rupa yang cantik dan dipersunting oleh seorang perwira Polri.
Namun, segudang apresiasi itu tiba-tiba ternoda dengan beredarnya poto Pinangki bersama Djoko Tjandra dan Anita Kolopaking.
Djoko Tjandra adalah buronan kelas kakap yang sudah sebelas tahun menghilang dari Indonesia. Anita adalah pengacara Djoko.
Apa masalahnya foto bersama? Jika Pinangki bukan jaksa, atau Djoko bukan buronan, tentu pertemuan itu biasa saja.
Tapi, itu tadi, di saat buronan bersama dengan pengacaranya bertemu dengan seorang jaksa, itu menjadi masalah besar dalam penegakan hukum di Inonesia.
Djoko memang sedang berurusan dengan Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung. Kejaksaan Agung melakukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus yang menimpa Djoko. Akhirnya, Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman dua tahun penjara kepada Djoko.
Ketika hendak di eksekusi oleh Kejaksaan Agung, Djoko memilih kabur ke luar negeri, dan statusnya adalah buronan.
Dalam pemeriksaannya, Pinangki mengaku bertemu dengan Djoko atas inisiatif dan dana pribadi tanpa sepengetahuan pimpinan.
Sedikitnya, Pinangki sudah 9 kali bertemu Djoko di Malaysia dan Singapura. Apakah ada hubungan Pinangki dengan kasus Djoko?
Secara resmi kita menunggu penyelidikan internal Kejakasaan Agung. Kalau polisi mengambil alih tentu lebih independen di mata publik.
Paling tidak begini, saya melihat pertemuan Pinangki dengan Djoko terkait erat dengan langkah hukum yang ditempuh Djoko.
Dia melakukan Peninjauan Kembali (PK) kasusnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sebagaimana saya tulis pada Kolom sebelumnya (Baca: Testing on The Water ), Djoko melakukan PK dengan harapan kasusnya dianggap kedaluwarsa karena sudah lebih dari 6 tahun.
Bisa jadi, langkah Djoko itu terkait erat dengan Poto yang beredar itu. Pinangki turut memberi masukan terhadap langkah “aman” yang harus diambil Djoko.
Sekarang, Pinangki sudah di bebas tugaskan dari jabatan. suaminya pun, AKBP Napitupulu Yogi Yusuf—entah ada hubungan dengan kasus Pinangki atau tidak– juga dimutasi oleh Kapolri.
Kita tinggal menunggu, apakah langkah Jaksa Pinangki ini berpengaruh terhadap penyelesaian kasus Djoko Tjandra? Saya yakin Kejaksaan Agung tidak akan bermain-main dengan penegakan hukum, apalagi beritanya sudah menguap ke publik.
Selanjutnya, apakah Pinangki hanya menerima sanksi administrasi saja, atau justru dilanjutkan ke pidana. Untuk membersihkan nama Kejaksaan Agung dan untuk menegakkan keadilan, ada baiknya kasus Pinangki ini di usut lebih lanjut.
Negeri ini tidak pernah berhenti memproduksi penegak hukum yang baik, sejalan dengan itu, tidak sedikit pula yang teperdaya dengan bujuk rayu.
Mereka yang ingin cepat kaya menggunakan jalan pintas, walaupun jalan itu di ujungnya sudah menunggu jurang yang menganga, seperti yang sedang menunggu kaksa Pinangki yang cantik itu…[]